Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di level Rp14.932 pada Jumat (14/7/2023). Jika dicermati lebih detail, nilai tukar mata uang Garuda menguat 34 poin. Di mana sebelumnya pada kemarin (13/7/2023), nilai tukar rupiah di level Rp14.966.
Pengamat Pasar Uang, Ariston Tjendra mengungkapkan, penguatan nilai tukar mata uang Garuda terdampak rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang melandai. Dengan demikian, ada kecenderungan Bank Sentral AS alias The Fed, akan menahan ekspektasi suku bunganya. Sosok Srunita Sari Sukatendel, Karateka Cantik asal Sumut yang Torehkan Banyak Prestasi
Sosok Anis Ismail Lulusan SD Diangkat Jadi PNS Setelah 22 Tahun Kerja di RS, Kini Urus Kamar Mayat Rupiah Akhir Pekan Ditutup Tembus Level Rp15.300 per Dolar AS, Analis Ungkap Penyebabnya Sosok LK, Ibu Muda yang Membunuh Bayinya di NTT, Mengaku Takut Perselingkuhannya Terbongkar
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Halaman 93, 94, 95, 96 Kelas 10 SMA Kurikulum Merdeka: Teks Negosiasi Halaman 3 Bangkapos.com Ayah Tega Setubuhi Anak Kandung Bertahun tahun di Padang, Beraksi Sejak Korban Usia 14 Tahun Pilu Lansia Tuna Netra Rawat Anak ODGJ, Pasrah Tak Ada Biaya Pengobatan, Makan Andalkan Tetangga
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 10 Halaman 88 89 Kurikulum Merdeka: Teks Negosiasi Halaman all "Indeks dollar AS pun melemah terhadap nilai tukar lainnya termasuk rupiah," sambungnya. Dengan demikian, tren positif diprediksi akan terus berlanjut hingga pekan depan.
Bahkan mata uang Garuda berpotensi mampu perkasa ke arah level Rp14.800 per dolar AS. "Tren pelemahan dollar AS kelihatannya bisa berlanjut di awal pekan. Rupiah bisa menguat lagi terhadap dollar AS, masuk ke area Rp14.800 mungkin bisa terjadi," pungkasnya. Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti mewanti wanti nilai tukar rupiah yang beberapa waktu lalu mengalami tren pelemahan.
Hal ini disebabkan sentimen kenaikan suku bunga the Fed yang diprediksi akan terjadi sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini. Yakni bakal terjadi pada Juli atau Agustus. Menurut Destry, AS dan Eropa masih diimbangi dengan tekanan inflasi yang masih tinggi, serta juga adanya pengetatan pasar tenaga kerja. "Ini mendorong kemungkinan terjadinya situasi higher for longer, bahkan di AS masih akan ada kenaikan Fed Fund Rate 1 atau 2 kali di Juli dan Agustus," ungkap Destry di Gedung DPR RI, Senin (10/7/2023).
"Ini akan memberikan dampak terhadap sistem keuangan khususnya terkait nilai tukar. Karena kondisi keuangan di atas dapat menyebabkan tren DXY (indeks dolar AS) yang akan meningkat dan akan beri tekanan ke mata uang lainnya khususnya emerging market, sehingga diperlukan penguatan respon kebijakan untuk memitigasi," sambungnya.